in

PR untuk Kepala BPOM Baru dari Presiden

Kepala BPOM
Tim Media MN KAHMI saat mewawancarai Kepala BPOM, dr.Taruna Ikrar di Kantor Pusat BPOM Jalan Percetakan Negara Jakarta pada Selasa (24/9/24)

Jakarta, KAHMINasional.com – Pada Selasa, 24 September 2024, Tim Media MN KAHMI berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan dr. Taruna Ikrar, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang baru dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Bertempat di Kantor BPOM, Jalan Percetakan Negara, Jakarta, wawancara ini mengupas pandangan strategis dr. Taruna dalam menjalankan mandat yang diberikan Presiden. Beliau menjelaskan lima prioritas utama BPOM yang akan menjadi fokus di masa kepemimpinannya, mulai dari penurunan harga obat, penguatan regulasi, hingga peningkatan standar produk obat dan makanan Indonesia di kancah internasional.

Dalam kesempatan tersebut, dr. Taruna juga menggarisbawahi komitmennya untuk mempercepat inovasi dan reformasi dalam tubuh BPOM. Salah satu langkah penting yang diambil adalah mempercepat proses perizinan dari 300 hari menjadi 120 hari kerja untuk mendukung industri farmasi dan makanan dalam negeri. Tak hanya itu, BPOM juga tengah berupaya untuk masuk ke dalam daftar WHO Listed Authority, yang diharapkan dapat terwujud pada tahun 2025.

Tim Media MN KAHMI juga mengonfirmasi bagaimana koordinasi BPOM dengan Presiden Jokowi, yang memberikan arahan agar harga obat di Indonesia dapat lebih kompetitif dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan India. Melalui wawancara ini, terungkap betapa besarnya peran BPOM dalam menciptakan sistem kesehatan yang lebih efisien dan inovatif, serta meningkatkan daya saing Indonesia di sektor farmasi dan pangan di tingkat global.

Berikut ini adalah  hasil wawancara lengkap tim media MN KAHMI dengan Kepala BPOM, dr.Taruna Ikrar.

 

Tanya : Ada beberapa hal terkait kebijakan Badan POM ke depan. Seingat kami saat anda baru selesai dilantik, ada 5 prioritas yang anda sebutkan. Bisa dijelaskan?

dr.Taruna : Pertama, harga obat di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Kedua, koordinasi antar-lembaga menjadi kunci penting. Ketiga, banyak obat inovatif yang telah disetujui di negara maju namun belum tersedia di Indonesia. Keempat, inovasi dalam regulasi diperlukan untuk mengikuti perkembangan teknologi. Kelima, BPOM harus meningkatkan standar dan reputasinya untuk bersaing secara global.

 Tanya : Bisa dijelaskan detailnya seperti apa kelima point tersebut?

Taruna : Jadi yang pertama sebetulnya karena kondisi terkini dan teraktual memang ada beberapa harga obat di Indonesia ini sangat mahal dibanding dengan negara tetangga Malaysia. Memang tidak semua jenis obat, tapi ada berapa obat esensial itu harganya sangat mahal. Misalnya obat penurun kolesterol, obat anti inflamasi, obat yang berhubungan dengan metabolik misalnya insulin, dan beberapa jenis obat lainnya tapi itu esensial, mahalnya itu 400 persen dibanding Malaysia. Bahkan bisa sampai 700 persen dibandingkan dengan harga obat di India. Berarti tujuh kali lipat dibanding India.

Tanya : Kenapa bisa seperti itu?

Taruna : Itu juga pertanyaannya bapak Presiden waktu interview saya jadi kepala badan. Jadi kan kita menganggap itu targetnya. Beliau ingin agar kita berkontribusi untuk menurunkan harga obat.

Presiden juga menanyakan kok banyak obat-obat inovasi dan terbaru tidak bisa langsung dipasarkan di Indonesia. Misalnya, beberapa obat jenis terapi yang di Amerika sana sudah diproduksi sebanyak 24 jenis yang hubungannya dengan penyakit kanker, tremor disease, dan Alzheimer. Di Indonesia sendiri, obat-obat itu sudah 4 sampai dengan 5 tahun ini belum sampai-sampai disini.

Tanya : Selanjutnya untuk yang ketiga pak?

Taruna : Adapun ketiga, hubungannya dengan obat-obat baru atau obat-obat inovasi. Artinya begini, Indonesia ini kaya sumber daya alam, kaya sumber segala-segalanya, penduduk kita banyak, tetapi kok jumlah obat-obat yang ada, 90 persen pada umumnya obat-obat impor. Memang ada obat-obatan yang bahan bakunya diciptakan disini tapi itu baru sedikit. Ini terkoneksi dengan yang pertama saya jelaskan tadi di awal, yakni terkait dengan mengapa harga obat di Indonesia itu harganya mahal. Padahal, pada prinsipnya kita pintar juga kok.

Baca Juga :  KH Abdullah Syukri Zarkasyi, 4 pengalaman agar kader berkarakter

Keempat hubungannya dengan pangan. Contoh paling konkrit itu misalnya garam. Kita ini adalah negeri yang garamnya banyak. Tapi tahu nggak kita membutuhkan sekitar 5 juta ton garam setiap tahunnya. Sementara kita cuma mampu memfasilitasi 2 juta ton saja. Sisanya, sekitar 3 juta ton dipaksa impor. Padahal kan di Jawa Timur dan daerah lainnya, kita paling banyak.

Kenapa bisa seperti itu? Apalagi kalau dihubungkan dengan persediaan bahan dasar farmasi. Kan itu ada prosesnya tersendiri. Itu pertanyaan yang keempat sekaligus kan dia bilang banyak makanan-makanan baru ini ya kan? Inovasi.

Dulu kalau misalnya membuat makanan itu kan harus lewat, misalnya, kalau mau daging di peternakan. Sekarang kan sudah bisa lewat pengembangan sel bioteknologi.

Tanya : Itu gimana aturannya?

Taruna : Belum ada aturannya. Kan itu dipasarkan tentu harus dibuat dulu aturannya. Jadi perlu adanya reformasi di bidang aturan-aturan dasar, baik itu terkait makanan, minuman, obat-obatan, suplemen, kosmetik. Dari 5 hal itu tentu saya umumkan ke publik.

Saya kira kita mulai dari yang kelima itu dulu. Apa strategi yang paling penting. Karena di regulator di tingkat dunia itu intinya sebetulnya kita masuk pada listed authority, baik authority bidang kesehatan, authority bidang council, atau authority bidang food. Nah kita itu harus terdaftar di situ. Itu sama dengan acknowledge atau rekognisi atau pengakuan istilah di sini. Sama juga negara-negara di dunia yang ingin Merdeka, juga harus mendapatkan pengakuan dari negara lain.

Tanya : Untuk BPOM sendiri saat ini ada di level berapa?

Taruna : Nah ternyata BPOM ini masih di level 3 dari 4 level matoritas menurut listnya WHO. Makanya, karena jaringan kita cukup banyak di sana, kita mau push tahun depan BPOM sudah harus masuk ke WHO listed authority.

Listed authority itu hanya terdiri dari 30 negara  dari 194 negara yang masuk. Saya berharap Indonesia masuk tahun depan. Ini harus terbukti dan kita sudah jadikan prioritas. Terpaksa saya kerahkan teman-teman di BPOM untuk mensupport ini. Salah satu yang dinilai adalah laboratoriumnya. Dan tadi, sebelum saya ketemu perwakilan media MN KAHMI, saya menemui asesornya yang datang dari Singapore dan Thailand tapi dia orang pusat, orang Geneva.

Tanya : untuk masuk di WHO Listed Authority itu apa saja yang masuk kriteria penilaian?

Taruna : Mereka memberikan penilaian untuk laboratorium. Nanti ada lagi bagaimana standarnya karena banyak standar penilaiannya dan semuanya itu harus terkoneksi. Bulan November nanti ada yang dari Genewa, UK, Amerika, akan datang kesini untuk meng-adjust. Asumsinya kalau selesai pada bulan November, saya optimis bisa karena saya melihat kapasitas yang kita miliki memenuhi syarat. Jadi mudah-mudahan bulan Mei atau Juni tahun depan, kita sudah masuk dalam WHO Listed Authority tersebut.

Tanya : Apa untungnya kalau masuk diregustrasinya WHO Listed Authority?

Taruna: Begini, obat-obat yang diproduksi di Indonesia kalau dia mau dipasarkan di luar negeri dan lewat jaringan yang sudah terekognisi berarti mereka tidak perlu datang dari Amerika meninjau datang ke Indonesia. Biasanya, kalau perusahaan obat mau masuk ke Indonesia, mereka harus datang ke tempatnya agar jangan sampai tidak jelas pabriknya. Tapi, kalau kita sudah masuk list, itu tidak perlu lagi. Misalnya Kimia Farma, Kalbe Farma, atau Bio Farma mau kirim obat ke Amerika, atau ke negara sudah masuk list itu, dia tidak perlu datang ke negara tersebut.

Baca Juga :  BPOM Targetkan Masuk WHO Listed Authority ( WLA) untuk Tingkatkan Reputasi Global

Tanya :  Apa manfaat lainnya?

dr.Taruna : Pertama, mengurangi biaya. Karena kalau mereka datang kesini, kita biayai semuanya. Kedua, kita mempercepat waktu karena menunggu jadwalnya mereka datang dan melihat itu bisa sampai 4 bulan bahkan satu tahun. Kan mereka harus atur waktunya. Jadi, waktu dalam segi perdagangan bisnis itu sangat penting. Minimal manfaatnya itu. Manfaat yang lain adalah harga diri kita sebagai bangsa. Jadi saya optimis itu bisa kita lakukan.

Selanjutnya persoalan makanan. Saya melihat aturan di Indonesia ini, khususnya berhubungan dengan Badan POM, itu sangat textbook. Ada hampir 70.000 perusahaan yang ada dalam stakeholder ini mulai makanan, minuman dan semuanya. Untuk masuk registrasinya dia harus mulai dari bawah. Dan untuk proses itu, selama ini butuh waktu 300 hari kerja. Jadi sekitar satu tahun setengah. Ada yang cuma 3 tahun masa berlakunya, ada pula yang 5 tahun. Jadi, baru keluar sudah harus submit lagi. Itu kan luar biasa memberatkan.

Tanya : masalahnya apa menurut penilaian anda?

Taruna : Ternyata ada 2 masalahnya disitu. Pertama, kita bisa percepat dengan mengganti sistem yang manual yang selama ini digunakan diganti dengan sistem digital. Kedua, kita percepat dari yang awalnya prosesnya selesai selama 300 hari kerja bisa diringkas menjadi 120 hari saja. Bahkan kalaa bisa 90 hari saja. Jadi saya akan push betul. Ini karena kita dikejar setoran tapi kita akan push untuk kepentingan orang banyak. Itu beberapa aspek yang akan kita kembangkan percepatan prosesnya.

Selain proses itu, ternyata ada faktor lain lagi yang menghambat yakni adanya tim evaluator. Jadi proses sebuah produk itu bisa mendapatkan izin edar dari BPOM, sebelum ditandatangi SK-nya oleh Kepala Badan, terlebih dulu ia harus melewati Tim Evaluator, sebuah Lembaga independent dari kampus atau perguruan tinggi. Tim evaluator ini memang expert di bidang itu. Tapi saya melihat dari data yang ada, tim evaluator ini masih menggunakan referensi lama. Sementara perubahan tetap terus berjalan.

Contoh yang paling konkrit tentang terapi sel. Ini kan belum ada aturannya. Karena belum ada aturannya, tim evaluator ini memakai aturan yang berhubungan dengan obat kimia. Ini kan tidak nyambung dan membutuhkan waktu lama. Bahkan bisa jadi tidak akan disahkan karena dianggap tidak sesuai standarisasi. Jadi, dari sisi birokrasi kita akan lakukan perubahan. Sekarang ini lagi on progress.

Tanya : Apa lagi terobosan yang anda akan lakukan di dalam tubuh BPOM?

Taruna : Kami juga melakukan restrukturisasi dari empat deputi saya meminta menjadi enam deputi. Pusat ada tiga saya mau tambah jadi empat. Begitu pula dengan posisi direktur. Setiap Deputi itu ada 4 atau 5 sementara kita baru ada 24 yang eselon 2. Saya mau tingkatkan kalau bisa sampai 40. Sebetulnya pegawai negeri disini, semua tinggal bagaimana strukturnya. Pembagian itu berdasarkan produk. Deputi 1 obat, Deputi 2 suplemen dan kosmetik, Deputi 3 minuman pangan kemudian Deputi 4 Penindakan. Penindakan yang berdasarkan fungsi. Organisasi modern semuanya harus berdasarkan fungsi.

Tanya : Kembali ke persoalan mahalnya harga obat. Apa lagi penyebabnya selain yang sudah anda jelaskan di awal tadi?

dr.Taruna : Sekarang kita bahas aspek tentang harga obat. Ternyata harga obat yang begitu mahal itu tidak semata-mata karena impor bahan baku melainkan ada faktor lain. Ternyata salah satu penyebabnya itu adalah produsen obat kita, misalnya kebutuhan dunia itu 5 milyar dosis sementara kita mampunya di bawah itu. Bahkan supplynya kurang. Karena supplynya kurang maka harganya pun menjadi mahal. Dan kami sudah melakukan komitmen dengan 240 perusahaan obat atau Maturity Komitmen di Wested Hotel di mana yang hadir adalah direktur utamanya. Kita ingin level Badan POM ini naik sehingga mempermudah dan produksinya bisa ditingkatkan. Kalau produksi bisa ditingkatkan banyak karena produknya banyak, diekspor maka harganya turun. Tentunya selain aspek yang sudah standar.

Baca Juga :  BPOM Fokus Menurunkan Harga Obat dan Mempercepat Regulasi Farmasi

Selanjutnya tentang obat-obat inovasi dari luar kita akan atur pada regulasi. Kalau dia disana sudah diuji klinis, kenapa kita harus uji klinis lagi disini? Kedua, dia sudah diuji klinis sampai uji klinis tiga dengan data yang fix. Jika sudah di level itu, tidak perlu lagi diuji di sini. Kita berikan saja. Lima instruksi itu saya optimis bisa kurang dari setahun sudah bisa tercapai semuanya.

Tanya : Bagaimana respon dari pelaku industry obat-obatan terkait itu?

dr.Taruna : Kita carikan jalan bagaimana semua merasa untung dan jangan ada yang dirugikan. Kita negosiasi dan komunikasi juga baik juga dengan mereka. Menanyakan apa yang menjadi kebutuhan mereka dan apa yang bisa kita fasilitasi.

Lalu terkait dengan perusahaan makanan, saya mau terapkan aturan yang berhubungan dengan industri level. Saya menjalankan aturan Undang-undang nomor 17/2023 tentang Kesehatan juga Peraturan Pemerintah Nomor 28/2024. Jadi saya ikut aturan. Tinggal saya perlu buat dalam bentuk peraturan BPOM. Inilah saat ini yang sedang tarik ulur. Tapi saya akan tetap membangun komunikasi dengan semua stakeholder, termasuk perusahaan-perusahaan makanan.

Jumlah perusahaan makanan sendiri, dengan distributornya itu, sekitar 20 ribuan dan jumlah asset lebih dari 3.000 triliun. Ini kan kepentingan besar. Intinya, bagi saya tegak lurus sama aturan tapi bagaimana caranya agar tidak merugikan mereka. Nanti kan di pasal-pasalnya bisa dilakukan kompromi disitu. Dan saya terbuka sama mereka. Saya juga tidak mau menyusahkan mereka. Logikanya kenapa itu perlu diatur karena negara kita rugi 19 triliun setiap tahun dari BPJS. Ini karena penyakit-penyakit infeksi berubah menjadi noninfeksi. Penyakit-penyakit noninfeksi ini penyebab kematiannya itu adalah 73% untuk Indonesia sementara rata-rata di dunia 71%. Kita jauh lebih tinggi karena makanan-makanan bersantan.

Karenanya kita mau bertahap menerapkan aturannya itu supaya tidak menghantam Perusahaan. Dan rakyat kita perlu juga untuk diedukasi. Labeling itu penting untuk edukasi agar masyarakat kita tahu, misalnya dari hijau, hijau pekat, kuning dan merah. Nantinya setiap makanan itu akan diberi labelling itu. Kalau sudah labelnya merah, bukan berarti dilarang beredar, silahkan aja tapi kan labelnya merah karena sudah diatas standar. Tapi bagi masyarakat yang mau makan, mereka pasti akan berpikir “saya ini ada kolesterol” oh baik saya makan setengahnya saja. Jadi ada batasannya.

Begitu pula dengan minuman. Misalnya ada masalah persoalan hipertensi, tekanan darah tinggi, makanan ini banyak mengandung natrium, garam misalnya, ini terlalu tinggi dosisnya, ya nggak apa-apa. Tapi yang biasanya habis satu botol ya setengah botol saja. Itu edukasi yang penting bagi rakyat. Jadi rakyat secara bertahap disehatkan.

Tanya : Model penindakan akan diperkuat atau seperti apa?

Taruna : Akan diperkuat. Kita akan perkuat penindakan karena besar sekali kita punya peran di wilayah ini. Mulai dari cyber intelijen, food security dan food pertahanan. Penindakan akan kita tingkatkan. Dan memang sudah terdeteksi di beberapa sentral di pintu-pintu masuk, khususnya di Semarang dan Bandung. Kita akan focus di penindakan. Kita punya dua jenderal di Deputi Penindakan dan mau kita maksimalkan. Saya mau bersurat ke Kapolri dan juga sudah bicara dengannnya serta menyampaikan kalau Deputi Penindakan akan diperkuat (*).

 

Sumber :