Oleh Anies Baswedan, calon presiden nomor urut 1 pada Pilpres 2024
Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, hari ini adalah sebuah momen yang sangat penting dalam sejarah kita. Kami berdiri dengan penuh rasa hormat di depan Mahkamah Konstitusi untuk menyampaikan sebuah suatu situasi yang mendesak dan kritis serta memerlukan pertimbangan mendalam dan keputusan yang bijaksana.
Bangsa dan negara kita kini berada di dalam titik krusial, sebuah persimpangan yang akan menentukan arah masa depan kita. Apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita menuju kedewasaan sebagai sebuah negara demokrasi yang matang ataukah kita akan membiarkan diri tergelincir kembali ke bayang-bayang era sebelum reformasi, yang justru hendak kita jauhi?
Kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan fundamental yang menentukan: apakah Republik Indonesia yang kita cintai ini akan menjadi negara yang menghargai dan memperjuangkan konstitusi sebagai pilar tertinggi demokrasi kita (rule of law) atau apakah kita akan mereduksi konstitusi menjadi sekadar alat untuk pelanggengan kekuasaan tanpa pengawasan (rule by law)?
Kita harus memutuskan apakah kita akan menjadi negara yang mengakui dan menghormati hak setiap individu untuk menentukan pikiran dan menyuarakan pilihannya secara bebas dan independen, yang merupakan esensi dari demokrasi, atau kita justru berpaling dari prinsip tersebut dan memilih di mana suara oligarki diberi prevalensi, mengesampingkan kesejahteraan umum, dan mengabaikan kepentingan nasional yang lebih luas.
Ini adalah saat di mana kita harus menentukan komitmen kita terhadap nilai-nilai demokrasi, kedaulatan hukum, dan hak asasi manusia. Ini adalah waktu untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bangsa yang besar bukan hanya dalam aspek wilayah, bukan hanya aspek populasi, bukan hanya aspek angka-angka ekonomi, tetapi juga bangsa yang besar karena kebijaksanaannya, karena keberaniannya, karena integritasnya di dalam menegakkan demokrasi dan konstitusi.
Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, sejak zaman pra-kemerdekaan, bangsa dan negara kita telah menapaki berbagai persimpangan krusial yang menentukan arah dan nasib bangsa indonesia. Tidak semua keputusan yang dibuat adalah keputusan yang tepat, sebagian adalah keputusan yang tidak tepat. Dan itu dicatat di dalam sejarah kita. Semua yang terlibat dicatat sebagai bagian dari perjalanan sejarah indonesia.
Karena itu, di saat yang berharga ini kita juga dihadapkan pada kenyataan yang sama, bahwa peristiwa yang berlangsung hari-hari ini akan menjadi bagian dari catatan sejarah perjalanan republik kita sebagaimana perjuangan kita sejak pra-kemerdekaan. Ini adalah saatnya bagi kita di persimpangan yang kritis ini untuk mengambil pelajaran dari sejarah, berdiri dengan keberanian moral dan intelektual untuk menentukan masa depan kita dengan
keputusan yang akan memperkuat fondasi demokrasi, memperkuat fondasi keadilan di dalam negara kita.
Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, kita telah menyaksikan berjalannya satu babak penting dalam demokrasi kita, bulan lalu, yaitu proses pemilihan umum, yang angka suaranya telah diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum.
Tapi, perlu kami garis bawahi dan kita semua sadari bahwa angka suara tak mutlak menentukan kualitas dari demokrasi, tak seotomatis mencerminkan kualitas secara keseluruhan. Setiap tahapan proses pemilihan, mulai dari persiapan awal hingga pengumuman, haruslah konsisten dengan prinsip-prinsip kebebasan, kejujuran, keadilan. Dan prinsip-prinsip ini bukanlah formalitas, bukan hanya sekadar ada di teks, tapi ini fondasi esensial yang harus dijaga untuk membangun dan memelihara sistem demokrasi yang sehat, yang stabil, dan yang berkelanjutan.
Pemilihan umum yang bebas, jujur, adil adalah pilar yang memberi legitimasi kuat pada pemerintahan yang terpilih, yang bisa membawa kepercayaan publik serta memperkuat fondasi institusi pemerintahan. Tanpa itu, legitimasi kredibilitas dari pemerintahan yang terpilih akan diragukan.
Lebih jauh lagi, pemilihan yang dijalankan secara bebas, secara jujur, dan adil adalah sesungguhnya pengakuan atas hak dasar setiap warga negara dalam menentukan arah dan masa depan negara mereka sendiri. Ini adalah wujud tertinggi dari kedaulatan rakyat, di mana setiap suara dapat disampaikan dan dihitung tanpa tekanan, tanpa ancaman, tanpa iming-iming imbalan.
Pertanyaannya, apakah Pilpres 2024 kemarin telah dijalankan secara bebas, jujur, dan adil? Izinkan kami menyampaikan jawabnya: tidak. Yang terjadi adalah sebaliknya dan itu telah terpampang secara nyata di hadapan kita semua.
Kita menyaksikan dengan keprihatinan mendalam serangkaian penyimpangan yang telah mencoreng integritas proses demokrasi kita. Mulai dari awalnya independensi yang seharusnya menjadi pilar utama dalam penyelenggaraan pemilu telah tergerus akibat intervensi kekuasaan yang tidak seharusnya terjadi. i antara penyimpangan yang kita saksikan adalah penggunaan institusi negara untuk memenangkan salah satu calon yang secara eksplisit tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Terdapat pula praktik yang meresahkan, di mana aparat daerah mengalami tekanan bahkan diberikan imbalan untuk memengaruhi arah pilihan politik serta penyalahgunaan bantuan-bantuan dari negara, bantuan sosial—yang sejatinya diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat—malah dijadikan sebagai alat transaksional untuk memenangkan salah satu calon.
Bahkan, intervensi sempat merambah hingga pemimpin Mahkamah Konstitusi. Ketika pemimpin Mahkamah Konstitusi, yang seharusnya berperan sebagai jenderal benteng pertahanan terakhir menegakan prinsip-prinsip demokrasi terancam oleh intervensi, maka fondasi negara kita, fondasi demokrasi kita berada dalam bahaya yang nyata.
Lebih jauh lagi, skala penyimpangan ini tidak pernah kita lihat sebelumnya, Yang Mulia. Kita pernah menyaksikan penyimpangan seperti ini di skala yang kecil seperti pilkada, populasi kecil. Tapi, di skala yang besar dan lintas sektor, baru kali ini kami semua menyaksikan. Karena itulah, izinkan kami nanti melalui Tim Hukum Nasional dari Timnas Amin akan menyampaikan bukti-bukti atas penyimpangan dan pelanggaran ini kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi ini.
Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati-kami muliakan, apa yang kita saksikan ini bukanlah peristiwa biasa. Ini adalah titik klimaks dari sebuah proses yang panjang penggerogotan atas demokrasi, di mana praktik-praktik intervensi dan ketaatan pada tata kelola pemerintah secara pelan-pelan tergerus. Oleh karena itu, Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, dihadapan Yang Mulia kini terbentang jalan demokrasi kita di pundak Yang Mulia. Terpikul tanggung jawab yang amat besar untuk menentukan arah masa depan demokrasi kita.
Apakah kita akan melangkah dalam persimpangan jalan ini menjadi sebuah republik dengan rule of law atau rule by law, demokrasi yang makin matang atau kemunduran yang sulit untuk diluruskan di tahun-tahun ke depan? Bila kita tidak melakukan koreksi saat ini, maka akan menjadi preseden ke depan, di setiap pemilihan di berbagai tingkat. Bila kita tidak melakukan koreksi, maka praktik yang terjadi kemarin akan dianggap sebagai kenormalan dan menjadi kebiasaan, lalu menjadi budaya, dan akhirnya menjadi karakter bangsa.
Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dengan rasa hormat dan penuh harap, mohon peristiwa ini jangan dibiarkan lewat tanpa dikoreksi. Rakyat Indonesia menunggu dengan penuh perhatian dan kami titipkan semua ini kepada Mahkamah Konstitusi yang berani dan independen untuk menegakkan keadilan dengan penuh pertimbangan.
Kami mendukung Yang Mulia untuk tidak membiarkan demokrasi ini terkikis oleh kepentingan kekuasaan yang sempit, tidak membiarkan cita-cita reformasi yang telah lama berjuang/diperjuangkan menjadi sia-sia.
Tindakan dan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan jadwal pemilihan kepala daerah serentak serta keputusan penghapusan pasal pencemaran nama baik telah memberikan kepada kami harapan bahwa independensi, keberanian, ketegasan dalam menegakkan keadilan hadir kembali di Mahkamah Konstitusi ini.
Kami mohon kepada Hakim Konstitusi yang kami muliakan untuk menerapkan kebijaksanaan dan keadilan dalam setiap keputusan perkara yang kami ajukan, menjadi penjaga yang teguh atas nilai-nilai demokrasi, dan memastikan bahwa konstitusi tetap menjadi panduan utama dalam membangun masa depan bangsa yang lebih adil dan sejahtera.
Semoga sejarah mencatat dan menjadi saksi atas dedikasi dan komitmen Yang Mulia untuk mempertahankan integritas, dan martabat demokrasi, serta konstitusi kita.
Kepada Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan, harapan besar dan tinggi itu kami titipkan.
Naskah ini dibacakan dalam sidang perdana sengketa pilpres di Gedung MK, Jakarta, pada Rabu (27/3).