Oleh Lukman Azis Kurniawan, Alumnus HMI Cabang Ciputat dan FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta serta Direktur Indonesia Care Pusat
Masalah bencana tidak pernah bisa dihilangkan dari bumi Nusantara. Negara kepulauan dengan berbagai keindahan alamnya serta keramahan penduduknya ternyata menyimpan sejuta misteri bencana. Setiap daerah Indonesia memiliki potensi bencananya sendiri-sendiri, mulai dari gempa bumi, tsunami, erupsi gunung berapi, longsor, banjir, likuefaksi, kebakaran, dan lain-lain.
Kerentanan tersebut disebabkan berbagai faktor, di antaranya Indonesia berada di kawasan ring of fire atau cincin api–dengan ratusan gunung berapi aktif ada di Indonesia, termasuk gunung berapi purba yang konon berhasil memusnahkan sebagian besar makhluk di muka bumi. Selain itu, Indonesia dikelilingi laut dalam di dua samudra ganas dunia, yaitu Samudra Atlantik dan Samudra Indonesia. Salah satunya yang terjadi di Sulawesi Tengah. Ribuan korban masih trauma dan belum memiliki tempat tinggal yang jelas sejak peristiwa bencana dahsyat melanda Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala) Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018 silam.
Untuk me-reminder bencana di Sulawesi Tengah, khususnya dan bencana-bencana lain di Tanah Air, panitia Munas KAHMI menggelar Road to Munas dengan sejumlah kegiatan. Salah satu saksi bencana Palu 2018, yang saat itu bergiat di lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Nurmarjani Loulembah. Masih terngiang dalam memorinya, tangisan bahkan teriakan mengharap pertolongan orang. “Kejadian pada momentum bencana waktu itu sulit dilupakan,” kata ibu yang pernah menjadi Kepala Cabang ACT Palu ini.
Perempuan yang kerap disapa Nani ini, setelah tidak lagi bekerja di ACT, diamanahi Indonesia Care Cabang Palu. Di bawah bendera Indonesia Care, Nani menjelaskan kepada masyarakat, pihaknya ingin berkontribusi untuk Palu sebagai tuan rumah Munas KAHMI, untuk mengedukasi seluruh lapisan masyarakat, khususnya Palu, untuk “sadar bencana”.
Hal itu dilakukan dengan beberapa program yang diimplementasikan dalam bentuk kegiatan. “Antara lain, pertama, lomba karya jurnalistik; kedua, napak tilas Pasigala 2809; ketiga, pameran dan lelang foto kemanusiaan/kebencanaan; keempat, produksi film pendek edukasi kemanusiaan/kebencanaan, produksi iklan layanan masyarakat; kelima, pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi kalangan pelajar dan mahasiswa,” kata Nani.
Untuk merangsang kreativitas masyarakat, Panitia Daerah KAHMI tidak akan sendirian memikirkan itu. Tim Kreatif I’Care (Indonesia Care) juga berpikir. Pihaknya melibatkan pihak ketiga untuk mengapresiasi awak media. Untuk itu, ada daya tarik pihak sponsor bisa berpartisipasi di dalamnya. Magnitude akan hadirnya sejumlah tokoh nasional niscaya menjadikan Munas KAHMI layak menjadi pusat perhatian sponsor. Sejumlah pihak akan menjadikan Munas KAHMI sebagai center of gravity sehingga momentum ini layak sebagai ajang promosi berbagai produk sekaligus bencana itu sendiri sebagai sebuah potensi momentum edukasi khalayak untuk sadar bencana. Sulawesi Tengah harus memiliki “mata bencana”, masyarakat tangguh bencana.