Oleh Iqbal Setyarso, Alumnus HMI Cabang Palu dan FISIP Universitas Tadulako, Pembina Indonesia Care Jakarta
Sulawesi Tengah menjadi tempat Munas XI KAHMI. Insyaallah pada November 2022 mendatang. Panitia daerah (Tiara, sebutan untuk penyelenggara Munas di Palu) tentu tengah berjibaku menyukseskannya. Dalam sebuah kesempatan Zoom Meeting lintas daerah, sejumlah alumni ber-Zoom Meeting ria. Setidaknya pertemuan melibatkan alumni yang berada di Palu dan sekitarnya, Jakarta dan sekitarnya, Banyuwangi dan sekitarnya. Saya tertarik menukil sebagian perbincangan pertemuan luring itu, terutama membincang “menghangatkan” Musyawarah Nasional XI KAHMI.
Direktur Indonesia Care (I-Care) juga alumnus HMI yang pernah bekerja di sebuah lembaga kemanusiaan, Lukman Azis, berbagi pandangannya terkait gagasan how to menghangatkan munas. Salah satu stressing point yang disampaikannya berkenaan dengan pengalamannya sebagai jurnalis dan keterlibatannya di lembaga kemanusiaan sebelumnya juga di Indonesia Care. “Menurut saya, kita perlu memapar audiens dengan tayangan-tayangan pendek untuk mengingatkan Indonesia, Palu, juga sejumlah daerah lainnya pernah dipapar bencana. Di sini audience ‘dicuri’ perhatiannya,” kata Lukman Azis.
Rangkaian Event Penghangat
Salah satu peserta Zoom Meeting yang juga Sekretaris Panitia Daerah, Ruslan Sangadji, berkomentar, “Saya baru memahami Indonesia Care. Dari paparan singkat Direkturnya, tergambar siapa dan bagaimana Indonesia Care itu.” Jadi, siapa Indonesia Care dan bagaimana Indonesia Care? Apa maunya dalam Munas KAHMI? Dari penjelasannya, Lukman Azis, mengatakan, I’Care–sebutan singkat Indonesia Care–menempatkan diri meneguhkan gagasan munas yang humanity heavy, cenderung pada kemanusiaan–satu dari tiga isu yang akan digeber dalam Munas KAHMI. Dua isu yang lain, menepis citra Poso sebagai daerah konflik dan sarang teroris serta pengembangan UMKM yang sumber daya alam yang sustainable. Dua isu ini juga berkorelasi dengan humanity.
Mem-breakdown gagasan menghangatkan Pramunas KAHMI. Pertama, penayangan video kemanusiaan dengan berbagai angle. Tujuannya, publik segera tersentuh dan memahami untuk apa Munas KAHMI di Palu. Kedua, lomba penulisan jurnalistik kemanusiaan. Ini menuliskan kilas balik (berbagai) bencana dengan maksud masyarakat nasional yang diwakili peserta Munas KAHMI dari berbagai daerah bisa berempati pada penyintas sekaligus memiliki kesiagaan bencana. Lukman menyitir istilah yang pernah muncul di tengah publik, pada akronim “mata bencana” atau masyarakat tanggap bencana. Dengan karya jurnalistik, jurnalis relatif lebih lugas mentransformasikan kesadaran kesiapsiagaan bencana. Media massa adalah medium edukasi yang relatif jernih menyampaikan pesan-pesan kesadaran akan kebencanaan.
Ketiga, memasang videotron yang menayangkan secara berkesinambungan dengan menjadikan Kota Palu “episentrum Munas XI KAHMI” di daerah-daerah sekitarnya. Masih dalam genus jurnalistik, keempat, pameran foto kebencanaan berbagai daerah. Tentu sudah melalui proses kurasi agar sudah “bersih” dari visualisasi yang tidak memenuhi standar kemanusiaan. Kurang lebih itu yang digagas sebagai ikhtiar menghangatkan munas.
Masih Menghangatkan Munas KAHMI
Mempertajam upaya menghangatkan Munas KAHMI di ranah intelektual juga digelar lomba penulisan karya ilmiah membedah bencana dalam berbagai perspektif. Kriteria “karya ilmiah” tentu saja memiliki standar baku penulisan ilmiah. Sejumlah “klaster” bencana bisa dipilih berdasarkan lokasi bencana atau bisa juga berdasarkan tema khusus yang sengaja dipilih sebagai pembelajaran untuk khalayak. Misalnya, aspek teknis mitigasinya (ada beragam soal dalam mitigasi) dan aspek recovery pascabencana (termasuk pemberdayaan, pemulihan ketahanan keluarga, pemulihan ekonomi masyarakat, dan sebagainya).
Maka, memilih Palu dengan jejak kuat kebencanaan tak menjadi asal pilih. Ada makna yang dalam, luas, bahkan tinggi menjulang. Makna yang dalam untuk digali dan dieksplorasi, makna yang luas untuk dijelajah, dan cita-cita yang tinggi untuk dicapai. Semua itu dimungkinkan karena demikian kaya sumber daya kader-kader HMI. Juga HMI sebagai entitas bangsa memiliki empati dan kepedulian sebagai anak-bangsa yang lahir di negara aman damai dan gemah ripah loh jinawi, Indonesia. Palu menjadi meltingpot Indonesia, di mana berbagai suku bangsa ada di dalamnya.
Pesan kuat Munas KAHMI dengan realitas kebencanaan yang menjadi isu pentingnya itu membuat perbincangan pragmatis perpolitikan (suksesi kepemimpinan) dihadapkan pada makna yang lebih luas dan agung: kemanusiaan.