Kahminasional.com, Balikpapan – Ombudsman RI (ORI) menyarankan PT Pertamina untuk merevitalisasi kilang minyak. Pangkalnya, banyak di antaranya yang berusia tua.
“Perlu dilakukan revitalisasi aset dengan anggaran yang dikhususkan untuk kilang minyak, terutama untuk pemeliharaan,” kata Anggota Ombudsman, Hery Susanto, dalam dialog di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), pada Sabtu (26/3).
Revitalisasi perlu dilakukan guna meminimalisasi risiko kembali terjadinya kebakaran, yang sempat menerpa di beberapa lokasi.
Selain itu, kilang minyak berpengaruh signifikan dalam produksi dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) kepada masyarakat.
Berdasarkan data yang diperoleh Ombudsman, kilang Dumai (pengolahan unit II) berdiri sejak 1971 atau berusia 51 tahun. Lalu, kilang Plaju (pengolahan unit III) berdiri pada 1935 (87 tahun), dan kilang Cilacap (pengolahan unit IV) berdiri pada 1974 (48 tahun).
Kemudian, kilang Balikpapan (unit pengolahan V) berdiri pada 1992 (30 tahun), kilang Balongan (unit pengolahan VI) berdiri pada 1994 (28 tahun), dan kilang Kasim di Sorong (unit pengolahan VII) berdiri pada 1997 (25 tahun).
Sementara itu, dianggarkan sekitar Rp600 triliun untuk pengembangan kilang minyak di Indonesia hingga 2027. Salah satunya adalah biorefinery Cilacap.
Berikutnya, biorefinery Plaju, RDMP Dumai, RDMP Plaju, RDMP Cilacap, RDMP Balikpapan, petrokimia Balongan, olefin TPPI, revamp TPPI, dan GRR Kilang Tuban (kilang baru).
Dalam keterangannya, Hery menerangkan, kilang minyak termasuk salah satu objek vital nasional (obvitnas). Alasannya, menyangkut hajat hidup orang banyak dan bersifat strategis.
Karenanya, Pertamina diminta melibatkan stakeholder dalam menjaga kilang agar muncul kepekaan atas ancaman keamanan yang mengganggu obvitnas, termasuk risiko ledakan atau kebakaran.
“Mari kita jaga kilang minyak sebagai objek vital nasional untuk kebaikan bersama,” tandas fungsionaris Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) ini.