Kahminasional.com, Jakarta – Pemerintah berencana memindahkan ibu kota negara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Ketua Umum Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MW KAHMI) Jaya, Mohamad Taufik, menyatakan, pemindahan IKN merupakan pekerjaan besar. Oleh karena itu, Majelis Rayon (MR) KAHMI Universitas Negeri Jakarta (UNJ) diminta melakukan kajian soal ini.
“Saya mendorong UNJ melalui Majelis Rayon KAHMI UNJ untuk turut berpartisipasi dan berkontribusi memberikan pandangannya melalui kajian atau riset yang dibuatnya,” ucapnya di sela-sela acara pelantikan dan seminar nasional MR KAHMI UNJ bertajuk “Masa Depan Jakarta Pasca-Perpindahan Ibu Kota Negara”, di UNJ, Jakarta, pada Sabtu (15/1).
“Namun, sebaiknya yang diarahkan dalam kajian tersebut adalah nasib Jakarta ke depannya setelah tidak lagi berstatus ibu kota negara karena UNJ berada di Jakarta,” sambungnya.
Taufik berharap, kajian tersebut segera dilakukan sehingga dapat disampaikan kepada DPR yang saat ini tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN. Pangkalnya, narasi yang berkembang dalam penyusunan alas hukum tersebut cenderung menitikberatkan IKN baru.
“Ini yang perlu didiskusikan oleh kita di Jakarta untuk memberi masukkan atau mendorong pusat agar segera menjelaskan Jakarta mau dijadikan apa, status khususkah, istimewakah, atau lainnya?” tuturnya.
Politikus Partai Gerindra itu juga mendorong KAHMI UNJ menyusun kajian tentang Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), yang bakal diadakan serentak pada 2024.
Dirinya menerangkan, pilkada serentak membuat sejumlah daerah akan diisi penjabat (pj) kepala daerah. Alasannya, banyak gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil walikota, maupun bupati dan wakil bupati yang masa jabatannya berakhir sebelum 2024.
“Di DKI Jakarta, salah satu contohnya. Gubernur dan Wakil Gubernur DKI akan berakhir pada Oktober mendatang sehingga sejak saat itu hingga Pilkada 2024 berakhir akan dijabat oleh seorang pj yang ditunjuk pemerintah pusat,” bebernya.
“Ini, kan, tampak mencederai demokrasi karena DKI selama dua tahun ke depan akan dijabat Pj Gubernur, yang bukan dipilih oleh rakyat. Apalagi, Pj Gubernur memiliki kuasa dalam mengelola anggaran. Bagaimana mungkin Pj Gubernur bisa membuat program sesuai kebutuhan warga, sementara dia tidak ikut kontestasi sebelumnya dan tidak membawa visi misi untuk membangun
Jakarta,” imbuhnya.
Selain itu, Taufik mendorong UNJ juga melakukan pendataan terhadap kader aktif hingga alumni HMI. Wakil Ketua DPRD DKI ini mendorong demikian mengingat “Hijau-Hitam” menjadi salah satu organisasi terbesar di Indonesia.
“Jika kita bisa mendata seluruh kader se-Indonesia, minimal yang dikader di UNJ, maka upaya kita dalam mewujudkan insan akademisi, pencipta, dan pengabdi akan semakin mudah. Dengan demikian, kontribusi HMI dalam membangun bangsa dan negara akan semakin efektif dan efisien karena terorkestrasi dengan baik,” tandasnya.