Oleh M. Taufiq NH, MW KAHMI DIY
Dalam pembangunan manusia, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menjadi bagian yang integral dan tidak dapat dipisahkan. Kesenjangan gender yang masih terlihat, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, harus direspons melalui langkah dan tindakan konkret dalam bentuk kebijakan, program, dan kegiatan.
Tahun 2015, perwakilan 193 negara anggota PBB menyepakati dan mengesahkan sebuah dokumen yang disebut dengan Sustainable Development Goals (SDGs) dengan waktu pencapaian hingga 2030. Salah satu tujuannya, yaitu mencapai kesetaraan perempuan.
Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menjamin partisipasi penuh dan efektif serta kesempatan yang sama bagi perempuan untuk kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat. Pembatasan atau pengurangan pada akses, peluang, dan pilihan pada perempuan berpengaruh pada tingkat partisipasi dan kontrol perempuan dalam memajukan kapasitas dan potensi dirinya.
KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) sebagai wadah kader dalam memajukan bangsa sebaiknya konsisten dalam upaya menjamin partisipasi penuh dan efektif serta kesempatan yang sama bagi perempuan untuk kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat. Partisipasi perempuan dalam banyak kegiatan KAHMI sangat signifikan sehingga dirasa perlu untuk memperhatikan aspirasi mereka sejalan dengan tujuan, fungsi, dan peran serta misi KAHMI.
Masalahnya, di dalam Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga (AD/ART) KAHMI, keterwakilan perempuan di semua tingkatan memang belum cukup diatur. Apabila mengacu pada Pasal 49 AD/ART KAHMI yang menyatakan, “Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga akan diatur di dalam Pedoman Organisasi atau Peraturan lainnya yang ditetapkan oleh Majelis Nasional atau Majelis Wilayah/Daerah/Perwakilan berdasarkan struktur kewenangan masing-masing.”
Maka, afirmasi terhadap keterwakilan perempuan dapat diatur oleh majelis KAHMI di tingkatan masing-masing. Afirmasi ini tetap dalam koridor tujuan KAHMI (Pasal 5 AD KAHMI), fungsi dan peran KAHMI (Pasal 7 AD KAHMI), dan misi KAHMI (Pasal 8 AD KAHMI).
Adanya pasal penutup, sebagaimana dalam kutipan tersebut, merupakan kesadaran diri manusia bahwa tidak ada aturan atau keputusan yang sempurna sehingga bisa saja sewaktu-waktu dilakukan penyempurnaan.
Sekarang, setelah keputusan selesai dibuat lalu ada kekurangan, maka majelis KAHMI bersangkutan yang memiliki kewenangan melakukan penyempurnaan.