Oleh Viva Yoga Mauladi, Presidium Majelis Nasional KAHMI
Sabtu, 18 Desember, saya dan semua kawan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) merasa sedih, berduka, dan rasa kehilangan atas kepergian Bang Harry Azhar Azis, salah seorang Presidium Majelis Nasional KAHMI, Ketua/Anggota BPK RI.
Bang Harry telah selesai tugasnya di bumi. Jejak langkahnya telah terhenti seiring nafas terakhirnya yang lepas dari raga. Perjalanan Bang Harry untuk bertemu Tuhannya tidak dapat diceritakan kepada kita. Bersifat privat. Tetapi, saya yakin, Bang Harry akan menempuh jalan terang tanpa hambatan. Bertemu dengan Tuhannya di rumah surgawi yang indah tiada tara.
Sejak aktif di HMI Cabang Denpasar, awal tahun 1990-an, saya telah mengenal Bang Harry. Tetapi, lewat cerita senior dan ulasan di buku, terutama tentang cerita Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menerima asas tunggal Pancasila tahun 1985. Bang Harry adalah Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI waktu itu.
Seluruh organisasi politik, kepemudaan, mahasiswa, dan kemasyarakatan harus menerima Pancasila sebagai asas organisasinya. Kondisi internal HMI begitu panas, dinamis, dan heroik. Penuh konflik sehingga muncul gerakan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Salah seorang tokoh HMI MPO salah satunya berasal dari HMI Cabang Denpasar, Jamaluddin Karim. Penuh pergulatan pemikiran dan aksi lapangan.
Pascapengurus PB HMI, 2000-an, saya bertemu Bang Harry di kantor Majelis Nasional KAHMI, Jalan Johar 1, Menteng, Jakarta Pusat. Bertemu pelaku sejarah asas tunggal di HMI.
Oleh Mbak Anieswati M. Kamaluddin, Presidium MN KAHMI, saya di minta mendampingi Bang Harry yang baru saja menginjak bumi Indonesia karena telah menyelesaikan kuliah S-2 di Universitas Oregon dan S-3 di Oklahoma State University, Amerika Serikat. Sepuluh tahunan Bang Harry meninggalkan Indonesia. Itu yang menjadi konitmen bersama kawan-kawannya untuk tidak masuk di politik.
Kami kemudian membikin lembaga kajian, Institute for Transformation Studies (IntranS). Bergabung juga Alfan Alfian, Sadun, dan lainnya. Dari sinilah saya intensif bertemu dan berdiskusi dengan Bang Harry. Banyak cerita dan episode peristiwa.
Tentang proses konflik asas tunggal di HMI, Bang Harry banyak cerita dan mengungkapkan fakta-fakta sejarah.
Pertanyaan saya kepada Bang Harry (yang juga pernah saya tanyakan ke Pak Dahlan Ranuwihardjo, mantan Ketum PB HMI yang memindahkan kantor PB HMI dari Yogyakarta ke Jakarta juga berasal dari Tentara Pelajar/TP), “Apakah perdebatan asas yang berujung konflik internal bersifat ideologis atau administratif?”
“Jika ideologis, apakah nilai Islam bertentangan/tidak dengan nilai Pancasila sebagai ideologi negara? Jika administratif, apakah pembahasan asas di sidang MPK di Kopo, Bogor, untuk menyusun draf materi kongres tidak sesuai AD/ART/tidak?”
Jawaban Pak Dahlan dan Bang Harry sama, “Konflik tidak bersifat ideologis, tetapi administratif saja. Tetapi, wacana publiknya dibawa ke ranah ideologis.”
Bahkan, kata Bang Harry, “Gerakan HMI MPO tidak akan terjadi jika selaku Ketua Umum PB HMI, saya mengabulkan dan menuruti tuntutan ‘kawan-kawan itu’ untuk me-reshuffle Sekjen, Bendahara Umum, Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi [PAO], dan Ketua Bidang Perkaderan dan Anggota [PA]. Tetapi, saya tidak mau.”
Yang dimaksud “kawan-kawan itu” adalah inisiator gerakan HMI MPO. Itulah Bang Harry: Keras seperti cadas.
Tidak kunjung ada komitmen HMI menerima asas Pancasila, jadwal kongres tertunda. Seharusnya 1985 menjadi 1986. Sikap pemerintah yang otoriter, koersif, dan restriktif membuat konflik internal HMI.
Sewaktu Bang Harry bertemu Bang Abdul Gafur, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, untuk mempersiapkan kongres, pemerintah tetap tidak memberi celah sedikitpun soal asas Pancasila.
“Harry, HMI harus menerima asas Pancasila di kongres. Kalau tidak, sampai kiamat HMI tidak boleh kongres,” cerita Bang Harry ke saya atas sikap Menpora.
“Saya sangat dilematis, Yoga. Sikap alumni HMI di pemerintahan juga pasti terancam jika HMI tidak menerima Pancasila. Saya menentang sikap kekuasaan yang sangat otoriter, melanggar demokrasi, dan nilai kemanusiaan. Kalau HMI tidak menerima Pancasila, mungkin saja akan dibubarkan pemerintah,” kata Bang Harry.
Di balik kerasnya sikap Bang Harry, ada nurani dan kelembutan hati untuk menata kepentingan keluarga besar HMI.
Lalu, Kongres XVI HMI diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat, 24-31 Maret 1986. Di kongres inilah asas Islam diganti Pancasila. Islam dijadikan sebagai sumber nilai HMI. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI diganti Nilai Identitas Kader (NIK). Ganti bungkus saja. Isi tetap tak berubah.
Pascakongres HMI di Padang, gerakan HMI MPO tidak padam. Terus berkonsolidasi ke daerah. Meski tidak masif gerakannya, secara publik HMI terbelah. Begitulah sejarah asas tunggal Pancasila di HMI.
Setelah pemerintahan Orde Baru jatuh, 1998, beberapa tahun kemudian para alumni HMI di Majelis Nasional KAHMI masih aktif mengundang pengurus PB HMI Dipo dan HMI MPO agar dapat bersatu kembali. Toh, rezim sudah berganti. Masa lalu hanya sejarah kelam.
Beberapa kali pertemuan rekonsiliasi diselenggarakan. Saya juga sempat ikut. Sewaktu pertemuan di rumah Pak Beddu Amang, ada senior HMI MPO menyatakan, “Sejak HMI sudah kembali ke asas Islam, maka perjuangan HMI MPO sudah tidak relevan lagi. Harus melebur menjadi satu HMI.” Tetapi, sampai sekarang belum melebur juga.
KAHMI tidak boleh intervensi. Dan HMI pun tetap bersikap independen (etis dan organisatoris). Kita menunggu sejarah saja.
Kalau di pengurus Majelis Nasional KAHMI, sudah tidak relevan lagi tentang HMI Dipo dan HMI MPO. Semua kader HMI bisa bebas aktif di KAHMI. Bahkan sejarah itu menjadi cerita yang semakin mengakrabkan ukhuwah islamiyah. Akhirnya, Di zaman PB HMI Bang Harry, HMI “terpaksa” mengganti asas Islam ke Pancasila.
Namun, di zaman PB HMI Anas Urbaningrum, sewaktu saya menjadi Koordinator Majelis Pekerja Kongres (MPK) PB HMI, dalam rapat MPK yang membahas materi kongres, ditetapkan dan mengusulkan asas Pancasila diganti dan dikembalikan ke Islam.
Di Kongres HMI Jambi tahun 1999, tanpa perdebatan sengit bahkan aklamasi, HMI kembali berasas Islam. Sampai sekarang.
Semoga Bang Harry damai dan bahagia dengan kehidupan barunya, persinggahan terakhir di bumi, di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.