Kahminasional.com, Jakarta – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menggulirkan reformasi birokrasi. Kini dengan memangkas struktur sehingga terjadi penyetaraan jabatan.
Dalam Kajian Reboan #14 yang digelar Lembaga Kajian Strategis MN KAHMI, Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsa, menilai, reformasi birokrasi tersebut dilakukan dalam menjawab tantangan era sesuai perkembangan zaman.
“Saya yakin dan percaya, apa yang dilakukan Bapak Presiden tidak terlepas dengan melihat perkembangan zaman yang ada,” katanya dalam webinar bertajuk “Reformasi Birokrasi; Harapan, Tantangan, dan Problematika Penyetaraan Jabatan Struktural dan Fungsional ASN”, Kamis (3/2).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) ini menerangkan, 65% penduduk Indonesia didominasi generasi milenial (kelahiran 1981-1995), generasi Z (1996-2013), dan pascagenerasi Z atau generasi Alpha (2013-sekarang).
Adapun sisanya, sekitar 35%, adalah penduduk kelompok generasi baby boomer (1945-1965) dan generasi X (1966-1980). Ini sesuai Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) 2021.
Dominasi generasi milenial hingga Alpha itu pun memengaruhi kultur pelayanan publik. “Cara yang dulu-dulu tidak bisa dilakukan dan jadi jaminan dipakai era sekarang,” jelasnya.
Dirinya menyatakan demikian lantaran generasi milenial sampai Alpha memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendahulunya, di antaranya berorientasi pada pencapaian, mudah berkomunikasi, dan melek teknologi.
“Makanya, kenapa sekarang perizinan juga berubah, dari hardcopy menuju softcopy. Apalagi, ada namanya OSS (Online Single Submission) sekarang,” beber Bupati Milenial ini.
Namun demikian, Adnan mengungkapkan, ada kelemahan generasi milenial, generasi Z, dan generasi Alpha. Yakni, gemar yang instan, mudah bosan, dan tidak butuh proses.
Sementara itu, pelaksanaan birokrasi di Indonesia saat ini semuanya harus melalui proses. “Maka, harapan kita, dengan reformasi birokrasi dapat menjawab tantangan zaman,” ujarnya.
Adnan menambahkan, pelaksanaan birokrasi sebelumnya menerapkan teori Max Weber. Intinya, membagi semua urusan sehingga hierarkinya panjang, seperti adanya kepala seksi, kepala bidang, sekretaris dan kepala dinas, sekretaris daerah, hingga kepala daerah.
Hal tersebut, sambungnya, membuat keputusan yang diambil lambat. “Sehingga tidak jarang dulu kita sering dengar satu izin prosesnya berminggu-minggu, berbulan-bulan karena panjangnya birokrasi.”
Oleh karena itu, eks anggota DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) ini berpendapat, penyederhanaan birokrasi menjadi hanya dua eselon juga mewujudkan pemerintahan yang lincah, efektif, profesional, dan efisien dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kemenpan RB dan Kemendagri yang diberi tanggung jawab melakukan percepatan [penyederhanaan birokrasi]. Itu sudah dilakukan sekarang. Kami juga lakukan hal sama, eselon IV sekarang menjadi fungsional,” tutup Adnan.
One Comment
One Ping
Pingback:Tiga Tahap Penyederhanaan Birokrasi Pemkab Gowa - KAHMI Nasional