Oleh: Siti Thoifatun Najiah*
Semarang, KAHMINasional.com – Kesetaraan gender dalam pendidikan merupakan isu penting yang terus diperjuangkan di berbagai negara termasuk Indonesia. Pendidikan adalah hak dasar yang seharusnya dapat diakses oleh semua individu baik laki-laki maupun perempuan (Gultom .M., 2021). Namun, masih terdapat kesenjangan signifikan dalam akses pendidikan antara kedua gender, terutama di wilayah terpencil. Kesenjangan ini disebabkan oleh berbagai factor termasuk norma sosial dan budaya yang lebih memprioritaskan pendidikan untuk laki-laki serta keterbatasan infrastruktur dan akses ekonomi yang mempengaruhi kemampuan perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Pendidikan bagi perempuan berperan penting dalam pembangunan bangsa. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan perempuan menjadi kunci bagi kemajuan sosial, ekonomi, dan politik (Maulid .P., 2022). Ketika perempuan mendapatkan akses yang setara terhadap pendidikan mereka mampu berkontribusi lebih besar di berbagai sektor, mulai dari keluarga hingga masyarakat. Perempuan yang terdidik cenderung memiliki kesehatan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kontribusi mereka dalam perekonomian dan aktif terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, pendidikan perempuan bukan sekadar memenuhi hak, tetapi juga merupakan elemen kunci dalam pembangunan berkelanjutan.
Perempuan terdidik mampu meningkatkan kualitas hidup keluarga terutama dalam aspek kesehatan dan kesejahteraan (Prasety .E. J.,et al., 2022). Misalnya, perempuan yang paham mengenai gizi dan kesehatan cenderung lebih baik dalam mengelola pola makan dan perawatan kesehatan untuk anak-anak mereka, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan kesehatan keluarga. Pendidikan perempuan juga membawa kontribusi signifikan bagi masyarakat. Mereka yang terdidik lebih aktif dalam kegiatan sosial, berperan sebagai pemimpin komunitas dan terlibat dalam pengambilan keputusan penting. Di tingkat lokal dan nasional, perempuan yang terdidik berpartisipasi dalam upaya pembangunan berkelanjutan dan dapat membawa perubahan positif dalam ekonomi, politik, dan sosial (Atsani et al., 2021).
Alquran dan hadis juga menekankan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Dalam Surah Al-Mujadilah ayat 11, disebutkan bahwa Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu. Ini menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan yang berilmu akan memperoleh kedudukan mulia. Sayangnya, anak perempuan cenderung lebih cepat putus sekolah dibandingkan anak laki-laki. Keterbatasan infrastruktur pendidikan, termasuk sekolah yang sedikit dan letak yang jauh, menghambat akses pendidikan formal bagi perempuan. Kurangnya tenaga pengajar berkualitas di daerah terpencil juga menjadi kendala besar, ditambah lagi fasilitas dasar seperti buku dan alat tulis yang minim.
Faktor ekonomi menjadi penyebab utama kesenjangan pendidikan, terutama di daerah terpencil. Banyak keluarga di pedesaan menghadapi keterbatasan finansial dan lebih memilih untuk tidak menyekolahkan anak perempuan (Hayati .F., 2022). Normative budaya yang memprioritaskan peran tradisional perempuan sebagai ibu rumah tangga juga mempengaruhi pandangan masyarakat. Di daerah tertentu, pernikahan dini menjadi hal umum, sehingga perempuan yang menikah muda cenderung berhenti sekolah untuk mengurus rumah tangga. Ini berdampak langsung pada rendahnya partisipasi perempuan dalam pendidikan menengah dan tinggi.
Bias gender juga memperburuk kesenjangan akses pendidikan. Dalam beberapa budaya lokal, perempuan dianggap kurang membutuhkan pendidikan dibandingkan laki-laki (Sari .C., et al., 2021). Hal ini menciptakan pola pikir yang membatasi perempuan untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi. Di wilayah seperti Papua, norma adat tertentu masih mengisolasi perempuan dari kesempatan pendidikan. Di banyak daerah, angka partisipasi pendidikan perempuan tetap rendah, dan pernikahan dini menjadi hambatan serius.
Stereotip gender yang mengakar dalam masyarakat juga menghalangi perempuan untuk melanjutkan pendidikan. Di beberapa budaya, perempuan berpendidikan tinggi sering dihadapkan pada stigma sosial dan dianggap tidak sesuai dengan peran tradisional. Tekanan sosial ini membuat banyak perempuan ragu untuk mengejar pendidikan lebih lanjut, mengingat mereka takut dianggap melawan norma sosial. Walaupun Indonesia telah mencapai kemajuan dalam meningkatkan akses pendidikan, kesenjangan masih terjadi, terutama di wilayah terpencil seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Angka partisipasi perempuan dalam pendidikan formal masih tertinggal dibandingkan laki-laki akibat hambatan sosial, ekonomi, dan geografis. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk memastikan kesetaraan akses pendidikan bagi perempuan.
Pendidikan perempuan berkontribusi signifikan dalam mengurangi angka kemiskinan. Setiap tambahan satu tahun pendidikan bagi perempuan dapat mengurangi kemiskinan masyarakat sebesar 0,3 persen. Anak-anak yang lahir dari ibu terdidik juga lebih cenderung sehat, bersekolah, dan tidak mengalami malnutrisi. Di tingkat global, pendidikan perempuan berkontribusi pada penurunan angka kelahiran berlebih, yang berdampak positif pada pengendalian populasi.
Pendidikan berbasis komunitas dapat menjadi solusi dalam mengatasi kesenjangan akses pendidikan bagi perempuan, terutama di wilayah terpencil. Pendekatan ini melibatkan masyarakat setempat dan tokoh lokal untuk berperan aktif dalam proses pendidikan. Dengan melibatkan komunitas, pendidikan dapat disesuaikan dengan konteks budaya dan kebutuhan lokal, sehingga hambatan-hambatan yang muncul akibat norma sosial bisa diatasi (Trisnawati.O., et al., 2022).
Keterlibatan tokoh lokal dalam program pendidikan berbasis komunitas memberikan legitimasi pada inisiatif tersebut, sehingga masyarakat lebih mudah menerima perubahan. Ketika tokoh yang dihormati mendukung pendidikan perempuan, mereka menjadi agen perubahan yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat secara luas. Namun, program ini memerlukan dukungan kampanye sosial yang aktif untuk memperkuat pesan pentingnya pendidikan perempuan. Dengan mengedukasi masyarakat tentang dampak positif pendidikan bagi perempuan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung. Peningkatan infrastruktur pendidikan, baik fisik maupun digital, juga penting. Di wilayah terpencil, pembangunan fasilitas pendidikan dan penyediaan teknologi harus menjadi prioritas. Dukungan ekonomi seperti beasiswa bagi perempuan dari keluarga kurang mampu sangat penting agar kendala finansial tidak lagi menjadi penghalang.
Teknologi pendidikan yang berkembang telah membawa inovasi baru dalam mengatasi kesenjangan pendidikan. Aplikasi pembelajaran daring dan platform e-learning membantu menjangkau siswa di seluruh Indonesia, termasuk perempuan di daerah terpencil. Dengan akses internet, siswa dapat belajar kapan saja dan di mana saja, memberikan fleksibilitas yang sebelumnya tidak tersedia. Pendidikan sensitif gender juga perlu diperhatikan, dengan kurikulum yang mempertimbangkan kebutuhan perempuan, terutama di wilayah terpencil.
Pendidikan memiliki kekuatan untuk mengubah peran perempuan dalam masyarakat. Melalui pendidikan, perempuan dapat membangun keterampilan, pengetahuan, dan kepercayaan diri untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Perempuan yang terdidik berperan penting dalam pembangunan berkelanjutan, lebih mungkin terlibat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Contoh tokoh perempuan seperti Tri Mumpuni dan Sri Mulyani menunjukkan bagaimana pendidikan dapat membuka pintu bagi perempuan untuk mengambil peran kepemimpinan. Program-program internasional juga mendukung peningkatan akses pendidikan bagi perempuan di negara berkembang. Dengan inisiatif pendidikan jarak jauh dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, kita dapat mendorong perubahan positif dalam kesetaraan pendidikan.
Kesetaraan gender dalam pendidikan dan akses pengetahuan adalah elemen penting dalam mendorong transformasi sosial. Pendidikan bukan hanya hak dasar tetapi juga memberikan peluang untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Mengatasi kesenjangan gender dalam pendidikan akan memberdayakan perempuan untuk memimpin perubahan, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan komunitas yang lebih inklusif.
Hambatan-hambatan yang ada jika dapat terselesaikan masa depan perempuan Indonesia akan lebih cerah. Perempuan yang mendapatkan pendidikan akan menjadi agen perubahan, pemimpin, dan inovator. Penting bagi semua pihak untuk berperan aktif dalam mendukung pendidikan perempuan sebagai tanggung jawab bersama. Dengan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat kita dapat membangun bangsa yang lebih inklusif, di mana perempuan memiliki hak dan kesempatan yang setara untuk meraih masa depan yang lebih baik melalui pendidikan.
* Penulis adalah Kader Kohati HMI Komisariat Saintek UNNES