Jakarta, KAHMINasional.com – Ketua Bidang Bimbingan dan Penyuluhan Agroforestry Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI), Fahrus Zaman Fadhly, menyampaikan, nilai tukar petani (NTP) yang baru-baru ini dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kesejahteraan petani masih memprihatinkan.
Sekalipun ada kenaikan di beberapa daerah, rendahnya NTP secara keseluruhan menggarisbawahi perjuangan berkelanjutan petani untuk mencapai kesejahteraan ekonomi dan mengindikasikan masalah sistemik sektor pertanian.
“NTP, yang mencerminkan perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), merupakan indikator penting daya beli petani di perdesaan. Sayangnya, banyak petani masih belum mampu memperbaiki kondisi ekonomi mereka secara signifikan, meskipun ada sedikit peningkatan secara nasional pada Januari 2024,” katanya dalam keterangannya.
NTP Januari 2024 sebesar 118,27, naik tipis 0,43% dibandingkan Desember 2023. Kenaikan ini didorong peningkatan It 0,69%, yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan Ib 0,26%. Namun, menurut Fahrus, angka-angka tersebut menyembunyikan realitas yang lebih luas dan mengkhawatirkan yang dihadapi petani di berbagai daerah.
Ketimpangan regional
Beberapa provinsi, seperti Sulawesi Utara, mengalami kenaikan NTP signifikan sebesar 2,69%. Provinsi lainnya, macam Kalimantan Utara, mengalami penurunan 1,05%. Ketimpangan ini menunjukkan dampak kebijakan pertanian dan kondisi pasar tak merata terhadap petani di berbagai wilayah.
“Indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) di Indonesia naik sebesar 0,20% pada Januari 2024, dipicu oleh kenaikan pada semua kelompok pengeluaran. Kenaikan ini menunjukkan bahwa meskipun petani menerima sedikit lebih banyak untuk produk mereka, biaya hidup mereka juga meningkat sehingga membatasi perbaikan nyata dalam situasi keuangan mereka,” bebernya.
Eks aktivis mahasiswa ’98 ini pun mengkritik upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Menurutnya, “Tata niaga pertanian terus terabaikan dengan sedikit atau tidak ada intervensi serius untuk memastikan harga yang adil dan akses pasar yang lebih baik bagi petani.”
Fahrus pun mengusulkan beberapa solusi untuk meningkatkan NTP dan kesejahteraan petani. Pertama, meningkatkan akses pasar dengan menciptakan akses pasar langsung bagi petani dalam menjual produknya tanpa bergantung tengkulak sehingga menerima harga yang adil.
Kedua, memberikan subsidi dan dukungan memadai untuk input pertanian penting, seperti benih, pupuk, dan teknologi. Ketiga, meningkatkan layanan penyuluhan pertanian guna mendidik petani tentang praktik berkelanjutan dan teknik bertani yang efisien.
Keempat, berinvestasi dalam infrastruktur pedesaan, seperti jalan dan fasilitas penyimpanan, untuk mengurangi kerugian pascapanen dan meningkatkan konektivitas pasar. Terakhir, menerapkan reformasi kebijakan yang melindungi petani dari volatilitas pasar dan memastikan mekanisme harga stabil.
Ia menegaskan, NTP yang rendah adalah pengingat nyata akan tantangan yang terus dihadapi petani Indonesia. Tanpa intervensi serius dan terarah dari pemerintah, impian meningkatkan kesejahteraan petani dan memastikan kemakmuran ekonomi petani sulit dicapai.
“Petani adalah ‘tulang punggung’ ketahanan pangan negara kita. Sangat penting bagi kita untuk mengambil langkah-langkah mendesak dan bermakna untuk mendukung mereka dan meningkatkan kesejahteraan mereka,” papar Fahrus.