Jakarta, KAHMINasional.com – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) meminta pemerintah berpihak pada rakyat terkait konflik di Pulau Rempang, Kepulauan Riau (Kepri).
“Kita paham investasi itu penting untuk pertumbuhan ekonomi, tapi harus tetap memperhatikan hak-hak rakyat,” ucap Presidium Majelis Nasional (MN) KAHMI, Ahmad Yohan, Minggu (17/9).
Konflik antara aparat gabungan dengan masyarakat adat Pulau Rempang bermula dari beredarnya kabar Badan Pengusahaan (BP) Batam akan melakukan pengukuran lahan, Rabu (6/9). Itu merupakan salah satu tahapan pembebasan lahan untuk Rempang Eco City.
Sehari kemudian, warga berkumpul di Jembatan 4 Barelang. Sementara itu, aparat gabungan membentuk barisan di depan jembatan, lalu bergerak ke arah warga di ujung jembatan.
Kapolresta Balerang, Kombes Nugroho, kemudian meminta warga mundur. Namun, tak diindahkan lantaran masyarakat berupaya mempertahankan ruang hidupnya.
Sejurus kemudian, aparat merangsek masuk ke kampung dan dihujani lemparan batu. Aparat pun membalas dengan menyiramkan air dan menembakkan gas air mata.
Adapun Rempang Eco City bakal menggusur ribuan masyarakat adat di 16 Kampung Melayu Tua, yang telah tinggal di Pulau Rempang dan Galang sejak 1843. Proyek strategis nasional (PSN) ini digarap taipan Tomy Winata melalui anak perusahaan PT Artha Graha, PT Makmur Elok Graha (MEG).
Yohan berpendapat, semua pihak mestinya menahan diri dan tidak saling menyalahkan. Apalagi, “menggoreng” isu tersebut untuk kepentingan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Harus ada solusi yang tidak merugikan rakyat. KAHMI percaya Presiden Jokowi akan mengambil solusi yang tepat,” kata anggota Komisi XI DPR ini.