Kahminasional.com, Jakarta – Komite I DPD RI dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mendorong penegakan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative Justice/RJ).
Keduanya juga mendorong lahirnya undang-undang yang mengatur tentang penegakan hukum terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kesepakatan tersebut dirumuskan dalam rapat kerja Komite I DPD RI bersama Kejagung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/4).
Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, berpendapat, penerapan RJ menjadi sangat krusial jika terjadi masalah hukum dalam kebijakan-kebijakan yang diambil pejabat pemerintahan, termasuk kepala desa.
“Komite I DPD RI saat ini mendorong adanya aturan yang lebih tinggi yang mampu mengatur dan menjadi acuan dalam menyelesaikan kasus perkara restorative justice di daerah,” katanya.
Kasus-kasus kesalahan administratif pejabat, baik yang mengandung penyalahgunaan wewenang maupun tidak, menurutnya, penyelesaian di luar pengadilan dapat melalui pengembalian kerugian negara.
Hal tersebut sejalan dengan semangat RJ yang tidak harus selalu berakhir dengan pemidanaan pejabat.
Fachrul menambahkan, pejabat pemerintahan, kepala daerah dan kepala desa, perlu diberikan kebebasan berkreasi dalam mengambil kebijakan tanpa dihantui ketakutan dijerat pidana korupsi.
Karenanya, senator asal Aceh ini menilai, keberhasilan kejaksaan dalam penuntutan tak hanya diukur dari banyaknya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan.
“Tapi, juga upaya kejaksaan dalam menyelesaikan perkara di luar pengadilan sebagai bagian dari implementasi keadilan restoratif, yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan,” tuturnya.
Dalam kesempatan sama, Wakil Jaksa Agung, Sunarta, mengungkapkan, 2021 menjadi momentum bersejarah dalam penegakan hukum oleh kejaksaan.
Kala itu, Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI sahkan.
Salah satu perubahan yang terjadi, terangnya, penguatan kejaksaan, komitmen penegakan hukum, dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
“Terbitnya perubahan UU tersebut memberi semangat baru bagi kami dalam komitmen penegakan hukum di Indonesia,” ucapnya.
“Berkaitan dengan penegakan restorative justice yang dilakukan oleh kejaksaan mendapat respons positif dari masyarakat,” sambungnya.
Strategi yang dilakukan kejaksaaan dengan menerbitkan aturan pelaksanaan RJ dalam SE No.01/E/Ejp/02/2022 serta menyosialisasikan dan membentuk Kampung Restorative Justice.
Lebih jauh, Sunarta mengatakan, Kejagung sependapat dengan Komite I, perlu adanya aturan RJ setingkat UU. “Sehingga dalam penyelesaian perkara RJ akan mengacu pada UU tersebut.”
Sementara itu, senator asal Jakarta, Jimly Asshiddiqie, merespons positif penegakan hukum dengan pendekatan RJ.
Alasannya, penegakan keadilan dengan mengedepankan asas kemanfaatan, tetapi tetap memiliki kepastian hukum.
“Kejaksaaan sebagai domain pemilik perkara harus diperkuat. DPD RI bisa menegaskan dukungan mengenai hal itu dengan mendorong lahirnya UU terkait penegakan RJ ini,” ujarnya.
Fachrul melanjutkan, DPD RI mendukung Kejagung melakukan akselerasi penerapan RJ dalam sistem peradilan pidana sekaligus menyosialisasikannya.
“Komite I DPD RI mendorong pembentukan RUU tentang Restorative Justice sebagai upaya unifikasi hukum dalam mekanisme penegakan restorative justice,” tandas fungsionaris MN KAHMI ini.