Kahminasional.com, Jakarta – Bareskrim Polri mendukung langkah pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dan IUP khusus (IUPK). Apalagi, jika dilakukan berdasarkan regulasi, seperti Pasal 119 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Meskipun demikian, Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pipit Rismanto, berharap, pencabutan tersebut dilakukan secara transparan dan berdasarkan pertimbangan matang.
“Kami juga menginginkan adanya transparansi, bahwa pencabutan IUP benar-benar sesuai peraturan yang ada sehingga perlu ada pertimbangan yang betul-betul melanggar undang-undang, dievaluasi betul-betul,” ucapnya dalam webinar “Legalitas dan Transparansi Pencabutan IUP Operasi Produksi dan Percepatan RKAB 2022 untuk PEN Sektor Minerba Pascapandemi Covid-19″, Rabu (16/3).
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 mengumumkan, sebanyak 2.078 IUP/IUPK pertambangan dicabut. Keputusan pencabutan tersebut dilakukan Menteri Investasi, Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.
Sementera itu, berdasarkan data per 2 Februari-5 Maret 2022, sebanyak 385 IUP/IUPK telah dicabut Menteri Investasi. Itu terdiri dari 238 IUP/IUPK mineral dan 137 IUP/IUPK batu bara.
Kewenangan tersebut kini berada di pemerintah pusat sebagaimana dimandatkan UU Minerba. Sebelumnya, kewenangan ada di tangan pemerintah daerah (pemda).
Menurut Rismanto, bukan perkara mudah untuk memastikan pencabutan IUP/IUPK dilakukan dengan matang. Alasannya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang memberikan rekomendasi kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM untuk mengeksekusinya, tak memiliki penambahan sumber daya manusia (SDM) pasca-pengalihan kewenangan tersebut.
“Bagaimana sekian ribu pertambangan yang sebelumnya dikelola daerah kemudian ditarik ke pusat, dengan sumber daya manusia (SDM) yang belum siap,” jelasnya. “Ini perlu juga kita support Kementerian ESDM untuk bisa minimalisasi hambatan tersebut sehingga bisa melaksanakan secara optimal, sehingga RKAB bisa cepat keluar.”
Guna memudahkan kinerja Kementerian ESDM, imbuh Rismanto, Bareskrim Pol juga telah menyarankan Menteri Arifin Tasrif dan jajarannya melibatkan pemerintah daerah (pemda) yang berpengalaman melaksanakan tata kelola perizinan untuk sementara.
“[Tujuannya] untuk membantu evaluator di Jakarta ini agar bisa bekerja secara optimal,” katanya.
Rismanto menyampaikan demikian karena keputusan yang dilakukan tanpa pertimbangan matang sehingga terjadi kekhilafan tidak bisa ditoleransi. “Sehingga perlu ada ruang dievaluasi.”
“Jangan juga karena ini harus sekian perlu dicabut [jadi memaksakan kehendak]. Tetapi, perlu juga ada pertimbangan-pertimbangan, ada lapis-lapis kegiatan, yang di mana memberikan peringatan terlebih dahulu atau seperti apa,” tutupnya.
Webinar tersebut, yang merupakan agenda rutin Kajian Reboan yang diselenggarakan Lembaga Kajian Strategis Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (LKS MN KAHMI), turut menghadirkan beberapa pembicara. Salah satunya, Staf Khusus Menteri ESDM, Irwandy Arif.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno; pengamat kebijakan pertambangan, La Ode Ida; pakar hukum pertambangan, Abrar Saleng; akademisi Universitas Tarumanegara (Untar), Ahmad Redi.