Kahminasional.com, Jakarta – Lembaga Kajian Strategis Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (LKS MN KAHMI) menyayangkan hasil kajian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang tidak menyoroti performa badan usaha di pelabuhan. Padahal, ia menjadi pangkal inefisiensi dan biaya tinggi.
Demikian disampaikan Ketua LKS MN KAHMI, Lukman Malanuang, dalam Kajian Reboan #13 berjudul “Proyeksi Awal Tahun: Reformasi dan Transformasi Tata Kelola Ekosistem Logistik Nasional dan Peran Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Pelabuhan untuk Meningkatkan Daya Saing Perekonomian Nasional Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”, Rabu (19/1).
“[Masalah yang ditimbulkan oleh badan usaha] ini kurang sekali dikaji. Kita sangat prihatin justru yang sangat disorot koperasi TKBM (tenaga kerja bongkar muat),” ujarnya.
Pemerintah membentuk Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) yang berisi KPK, KSP, Kemendagri, Kemenpan RB, dan Bappenas. Ini sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 54/2018 dalam merespons Stranas PK, yang fokus pada perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta reformasi birokrasi dan penengakan hukum.
Di dalam perjalanan, Timnas PK mendapati adanya beberapa persoalan yang terjadi di pelabuhan. Adanya praktik suap, banyaknya PNBP hilang, tidak efisien, layanan belum terintergrasi, dan tidak optimalnya pelayanan, misalnya. Kemudian, menghasilkan sejumlah rekomendasi, yang salah satunya membubarkan koperasi TKBM dan diganti badan usaha.
Hal tersebut pun akan berimbas terhadap dicabutnya SKB 2 Dirjen dan 1 Deputi Tahun 2011. Pemerintah dikabarkan memfinalisasi keputusan ini di Kemenko Maritim dan Investasi pada Jumat (21/1) mendatang.
Lukman berpendapat, pemerintah seharusnya mendorong koperasi-koperasi di Tanah Air menjadi badan usaha. Ini seperti yang dilakukan negara-negara Skandivania, seperti Coop Nordic atau koperasi konsumen yang menguasai sekitar 24,1% pasar ritel di Swedia, Norwegia, dan Denmark.
“Kalau kita lihat, negara-negara Skandivania justru koperasinya sangat luar biasa,” jelasnya. “Koperasi TKBM ini, menurut padangan kami, harus setara badan usaha pelabuhan atau perusahaan bongkar muat. Jadi, bukan hanya jasanya yang dipakai.”
Dia menambahkan, pemerintah juga harus berhati-hati dalam menyusun peraturan turunan dalam merespons Stranas PK. Pangkalnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang memuat 11 klaster, termasuk ketenagakerjaan, koperasi, dan usaha/investasi, telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kalau [merujuk] PP (Peraturan Pemerintah) 77/2021 [untuk membentuk badan usaha menggantikan peran koperasi TKBM], menurut kami, pemerintah dilarang buat peraturan turunan Cipta Kerja yang sudah dibatalkan oleh MK. Oleh karena itu, pemerintah perlu hati-hati dalam mengeluarkan perpres yang bertentangan dengan MK,” bebernya.
PP 77/2021 adalah peraturan turunan dari UU Ciptaker. Adapun MK pada November 2021 lalu memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat sehingga pemerintah dilarang menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis hingga beleid sapu jagat (omnibus law) tersebut direvisi.
Selain itu, KAHMI mengapresiasi DPD RI yang menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Digital. Alasannya, sudah saatnya melakukan transformasi koperasi dari analog menuju digital.
Namun, Lukman memberikan catatan. “Transformasi digital tidak mungkin dilakukan tanpa pembenahan infrastruktur, talenta, dan budaya digital, termasuk di koperasi,” ucapnya.
“Apalagi, G20 di Indonesia nanti salah satu isu pokoknya transformasi digital. Sekarang tinggal bagaimana mengimplementasikan ke koperasi,” tutupnya.