Oleh: Maman Supriatman
Konflik berkepanjangan yang terjadi di Timur Tengah menarik perhatian global karena intensitas dan kompleksitasnya, yang melibatkan berbagai aktor global dan kepentingan geopolitik yang beragam.
Salah satu pendekatan untuk memahami penyebab konflik ini adalah teori “Benturan Peradaban” _(Clash of Civilizations)_ yang dikemukakan oleh Samuel P. Huntington pada 1990-an.
Teori ini berargumen bahwa konflik besar di masa depan tidak lagi didasarkan pada ideologi atau ekonomi, tetapi lebih kepada perbedaan peradaban dan budaya. Melalui perspektif ini, konflik di Timur Tengah dapat dilihat sebagai pertemuan antara peradaban Barat, Islam, dan bahkan peradaban lain yang turut terlibat.
Ringkasan Teori Benturan Peradaban Huntington
Huntington mengusulkan bahwa pasca-Perang Dingin, konflik utama dunia akan bergeser dari pertarungan antar-negara bangsa ke benturan antar-peradaban.
Dia mengidentifikasi beberapa peradaban utama dunia, termasuk peradaban Barat, Islam, Konfusian, dan Ortodoks, yang menurutnya akan bersaing untuk mempertahankan pengaruh dan identitasnya di panggung global.
Menurut Huntington, garis-garis pembatas peradaban ini menjadi garis potensi konflik. Benturan terjadi bukan hanya karena perbedaan budaya dan agama, tetapi karena persepsi ancaman dan dominasi yang dirasakan oleh masing-masing peradaban, di mana Timur Tengah seringkali menjadi titik panas dari ketegangan ini, karena posisinya yang strategis serta warisan agama dan politiknya.
Akar Penyebab Timur Tengah sebagai Pusat Konflik Dunia: Tinjauan Geopolitik, Sejarah, dan Nubuat Agama Samawi
Timur Tengah memiliki kepentingan strategis yang luar biasa, baik dari segi geografis maupun ekonomi. Di sinilah terletak banyak cadangan minyak terbesar dunia, menjadikannya area yang diperebutkan oleh kekuatan-kekuatan besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Cina.
Selain itu, wilayah ini memiliki nilai historis dan religius bagi agama-agama Samawi (Yahudi, Kristen, Islam), yang masing-masing memandang Timur Tengah, khususnya wilayah Yerusalem,/Palestina sebagai pusat spiritual dan eskatologis yang penting.
Dalam nubuat-nubuat agama Samawi, Timur Tengah digambarkan sebagai latar untuk peristiwa-peristiwa akhir zaman, yang semakin memperkuat relevansinya dalam narasi konflik global.
Secara historis, konflik yang berakar di Timur Tengah sering kali melibatkan isu-isu perebutan tanah, identitas keagamaan, dan kendali atas sumber daya. Selain itu, kolonialisme dan campur tangan negara-negara Barat di masa lalu membentuk sejarah panjang ketegangan dan kecurigaan yang terus berlanjut hingga hari ini.
Perspektif agama, sejarah, dan geopolitik ini menjadikan Timur Tengah sebagai area yang sulit dilepaskan dari konflik.
Benturan Peradaban Huntington sebagai Nubuat Peradaban tentang Konflik Timur Tengah: Agenda Globalis dan _“Mapping Project”_
Teori Huntington kadang ditafsirkan bukan sekadar sebagai deskripsi, tetapi juga sebagai nubuat atau “mapping project” bagi kekuatan-kekuatan global yang ingin membentuk ulang dunia sesuai kepentingan mereka.
Perspektif ini sejalan dengan gagasan bahwa ada agenda tersembunyi dari kekuatan globalis untuk memanfaatkan konflik Timur Tengah demi mencapai tujuan tertentu. Dalam narasi populer, film kartun seperti The Simpsons kadang dipandang sebagai prediktif, memberi “petunjuk” mengenai kejadian-kejadian besar dunia di masa depan (seperti pernah diungkapkan oleh Jenderal Dharma Pongrekun), meskipun dengan pendekatan satir dan dibuat tampak tidak serius.
Analoginya, teori Huntington juga dapat dipandang sebagai “sketsa” bagi mereka yang ingin melihat Timur Tengah terus berkonflik, demi memastikan dominasi dan kontrol mereka terhadap wilayah ini.
Dalam konteks ini, benturan peradaban yang dicanangkan Huntington bukan lagi sekadar teori, tetapi menjadi peta bagi agenda kekuatan besar untuk memanfaatkan ketegangan peradaban. Di balik konflik ini, ada permainan geopolitik yang melibatkan aktor global yang memiliki kepentingan dalam mereduksi peradaban Timur Tengah sebagai “peradaban yang terancam” demi memperkuat posisi peradaban Barat.
Kesimpulan dan Implikasi
Teori Benturan Peradaban Huntington, walaupun mengandung kontroversi, menawarkan perspektif yang membantu memahami penyebab mendalam konflik Timur Tengah yang kompleks.
Dengan melihat konflik dari sisi benturan peradaban, kita bisa memahami bagaimana Timur Tengah menjadi arena pertarungan ideologi, kepentingan, dan identitas peradaban yang terpendam.
Dalam interpretasi kritis, teori ini pun bisa dianggap sebagai skema yang dimanfaatkan oleh aktor global tertentu untuk mengabadikan konflik demi keuntungan strategis mereka sendiri.
Implikasinya, pemahaman yang lebih dalam mengenai motif di balik konflik ini dapat mendorong pendekatan resolusi yang lebih menyeluruh. Konflik ini dengan demikian, tidak bisa hanya dilihat dari sisi ekonomi dan politik, namun juga dari sisi peran identitas peradaban dan nilai-nilai religius yang perlu diperhitungkaan dalam mencari solusi yang berkelanjutan.
Refleksi
Artikel ini berusaha mengungkapkan bagaimana konsep benturan peradaban menggambarkan dinamika konflik di Timur Tengah sebagai akibat dari perbedaan mendasar antara peradaban Barat dan Islam.
Dalam perkembangan geopolitik dan geoekonomi terkini, prediksi _(mapping)_ Huntington ini, semakin mengerucut pada benturan dua kekuatan peradaban global, yaitu Israel, Amerika dan aliansi NATO, di satu pihak, dengan Rusia/Kristen Ortodokos, China/Konfusius dan banyak negara lain termasuk dunia Islam, di pihak lain, melalui BRICS (Plus).
Kerangka ini mengungkap bahwa konflik di Timur Tengah tidak hanya bersifat politis atau ekonomi, tetapi juga mencerminkan benturan ideologi dan identitas budaya.
Pendekatan ini memperlihatkan bahwa negara-negara Barat sering dianggap memaksakan nilai-nilai mereka melalui intervensi di Timur Tengah, sehingga memicu reaksi keras dari kelompok atau negara yang memandang hal tersebut sebagai ancaman terhadap identitas Islam.
Benturan ini semakin intensif karena terdapat pihak-pihak yang menggunakannya untuk mengamankan posisi geopolitik dan kepentingan energi di kawasan ini.
Selain itu, friksi internal di dunia Islam sendiri memperumit situasi, dengan berbagai interpretasi ajaran Islam yang melahirkan perpecahan antara kelompok-kelompok dan negara-negara di Timur Tengah.
Artikel ini juga menggarisbawahi peran negara-negara besar yang memanfaatkan perbedaan ini untuk kepentingan geopolitik mereka, sehingga memperburuk situasi. Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya sering dianggap mendukung rezim atau kelompok tertentu di Timur Tengah untuk mempertahankan kepentingan strategis mereka, terutama dalam hal akses terhadap sumber daya energi.
Di sisi yang lain lagi, peradaban Islam dalam berbagai negara Timur Tengah dan kelompok-kelompok ideologis memiliki interpretasi yang beragam tentang Islam, yang menyebabkan friksi internal yang makin memperumit konflik.
Respons peradaban Islam terhadap pengaruh Barat, yang mencakup perlawanan, adaptasi, hingga asimilasi dalam berbagai derajat, secara keseluruhan mencerminkan upaya menjaga identitas dan nilai-nilai Islam di tengah dominasi budaya Barat. (***)